Rabu, 08 April 2009

Ada Apa Dengan Cinta??

Yehhh.. akhirnya saya dapet idde juga! Sekarang kita membahas tentang cinta. Memang Ada apa sih dengan CINTA??? Hehe. Kali ini kita membahas Cinta-cintaan. Azek kan?? Sebuah kata yang sangat di gemari para remaja sekarang ini. Tapi disini, saya mengangkat sebuah cintanya sang Salmon, di ambil dari buku yang pernah saya baca sebelumnya.. Mari kita simak!

Ikan Salmon adalah guru terbaik dalam hal mengajarkan cinta. Ia terlahir di sebuah danau indah di pelosok pegunungan nan tinggi. Puncak bersalju seolah menjadi saksi kelahiran benih-benih muda kehidupan yang penuh gairah dan dinamis. Makhluk-makhluk baru yang diliputi rasa penasaran yang tinggi untuk mengenal dunia. Salmon kecil tidak pernah berjumpa atau bersua dengan orangtuanya. Ia tumbuh apa adanya dengan membawa cinta paling jujur dan bersahaja. Salmon kecil terlahir ke dunia dengan membawa cinta yang tak pernah menuntut untuk dikenal dan dikenang sebagai sebuah makna.

Cinta mama dan papa Salmon adalah cinta yang menginginkan tumbuhnya sebuah kesucian pikiran dan ketulusan hati tanpa tercemari faktor kebajikan untuk berbakti dan menjalankan kasih sayang berhierarki. Menjadi orangtua, bagi salmon, adalah sebuah proses untuk membangun jembatan yang menghubungkan cinta dengan kehidupan.

Cinta itu harus ada dan muncul secara berkesinambungan untuk mengamankan dunia. Maka, Salmon berjuang dan melahirkan generasi baru dengan energi cinta yang senantiasa berkembang bersama usia dunia. Salmon kecil mencerap keindahan, kedamaian, dan kertenangan danau tempat kelahirannya. Sejuknya air pegunungan dan melimpah ruahnya makanan bagi ikan seumurannya membuat Salmon kecil cepat bertumbuh dan berkembang dalam kehangatan alam yang melenakan. Ribuan Salmon kecil akan tumbuh dalam naungan cinta orangtua mereka yang kehadirannya seolah tak pernah ada, tapi kelembutan kasihnya senantiasa terasa.

Tak dinyana, pada usia remaja muncul kesadaran bersama. Para Salmon harus mengembara. Cinta itu tidak stagnan, statis, berhenti, diam demi sebuah kenyamanan. Cinta itu melintasi ruang dan semakin membesar intensitasnya bila ia diberikan, digulirkan, dan disampaikan keluar dari sarangnya. Anehnya Cinta yang terus menerus disedekahkan itu justru semakin banyak seolah diberi pupuk.

Salmon remaja bergerak bersama-sama menghiliri danau, mengarungi jeram, dan menyusuri anak-anak sungai. Mereka merentas induk sungai hingga ke muaranya, dan terus menyelam ke dalam kehangatan samudera kasih sayang. Di dalmnya Salmon mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tepat dan sesuai dengan umurnya. Kebahagian yang kompatibel dengan maqam-nya.

Salmon dewasa muda butuh aktualisasi diri, butuh sebuah perjalanan adventur. Relung-relung hati Salmon dewa muda terisi dengan busa-busa kegelisahan. Ia terus mencari. Mencari sebuah titik keseimbangan, dimana rasa cinta dan bahagia memiliki sebuah orientasi. Sebuah arah, sebuah tujuan. Resah dan gelisah ini baik, perlu, dan menyehatkan. Busa-busa gelisah akan memadamkan api semangat untuk merasionalkan dan mendifinisikan cinta atau bahagia. Bila cinta dan bahagia dicerna untuk mencari makna, ia akan menjadi tak bermakna, hambar, dan tak mengenal cita rasa. Sebaliknya, bila cinta dan bahagia dirasakan, dicicipi, dan disendaguraui, ia akan menjadi lezat, sedap, dan lucu sekali. Memang itulah sensasi kehidupan: lezat, sedap, dan lucu sekali!

Salmon dewasa muda seolah menemukan “surga dunia”, gemerlapnya dunia, kesenangan, kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, kepedihan, dan keputusan menjadi bagian yang tak terpisahkan disepanjang perjalanan. Salmon muda adalah kita, ketika menikmati manis getirnya dunia. Salmon-salmon muda terus bergerak kesana-kemari mencari arti arti kehidupan ini. Cinta yang dinamis dan bergelora adalah cibta yang melompat-lompat dan berusaha untuk menggapai sebuah jawaban. Jawaban yang menenangkan. Jiwa-jiwa yang resah adalah jiwa-jiwa yang belum berpasangan, yang belum melebur untuk menggapai sebuah kerinduan.

Lambat laun para Salmon muda ini akan tumbuh semakin dewasa dan mulai menemukan pasangan-pasangan duniawinya. Tetapi, cinta badaniyah hanyalah sebuah pembuka jalan di mana perkawinan adalah suatu jalan untuk pulang kembali ke tujuan. Sebuah konsekuensi kehidupan bahwa kita semua-seperti juga para Salmon-akan mencari tempat untuk kembali. Dan, tempat itu adalah lubuk sanubari, tempat asal muasal kita menjadi.

Cinta yang menciptakan, cinta yang membangunkan, cinta yang mendewasakan, cinta yang menyempurnakan, dan akhirnya sebuah cinta yang menghantarkan. Sampai kita tiba di sebuah tujuan, sebuah tempat yang damai dan menenangkan. sebuah tempat terindah yang ingin kita anugerahkan kepada para penerus cinta kita. Perkawinan adalah sebuah jalan yang meretas dan merintis jalur ke surga. dengannya kita akan merasakan perjuangan terindah yang patut untuk di rasakan.

Di saat-saat hidup menjadi begitu perinh dan melelahkan, di saat-saat hidup menjadi indah dan menggairahkan, di saat-saat itu pula kita menjelma menjadi sepasang Salmon yang berjuang merentas jalan untuk menggapai akhir tujuan.

Hati yang utuh, yang bergandengan, dan saling meneguhkan akan menghantarkan kita untuk sampai di sebuah danau kebahagiaan. Menikahlah dengan kenyataan, kaerna itulah yang akan menyalamatkan. Menghantarkan kita pada sebuah pemahaman, pengertian baru tentang makna sebenarnya dari kehidupan.

Para Salmon menggadaikan segalanya untuk mencari dan mencapai hakikat diri. Bersama, berdau, sehidup semati dengan belahan jiwanya ia menelusuri sebuah jalur, meruaya, perjalanan pulang ke danau tempat kehidupan bermula. Tak sedikit yang meregang nyawa dicakar sang beruang, tapi itu tak sia-sia. Kehidupan bermanfaat, kematian pun bermanfaat pula.

Dalam mencapai sebuah tujuan, kematian, kegagalan, dan segala kepenatan adalah sebuah kepatutan. Setiap detik dalam mencapai tujuan adalah ibadah. Bagi mereka dan juga kita, dunia adalah lautan warna, lautan rasa, dan lautan rupa. Semakin kita menyelaminya semakin pula kita terbenam di dalamnya. Semakin kita terbenam dan tenggelam semakin banyak pula aroma surga terisap ke dalam insang kita. Lalu, kita pun akan mengakhiri segalanya bukan dengan canda, tawa, atau tangis dari duka, tetapi hanya dengan Cinta!!!


Bukankah Allah Swt telah mengingatkan kita bahwa sesungguhnya hidup di dalam dunia singkat saja, belum kering tawa kita, telah usai juga jatah usia. Innamal hayatud dunya la’ibun walahwun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar